Tulis aja dulu, siapa tahu orang lain butuh :-)

TANPA TERASA, DIRIKU SUDAH MENGALAMI BANYAK SEKALI PERUBAHAN

Semua orang pasti pernah merasakan masa kanak-kanak. Begitu juga diriku, dari bayi hingga menginjak dewasa. Ini merupakan rangkaian cerita panjangku yang kuperpendek, nyata tanpa aku buat-buat tentang apa yang pernah aku ingat selama aku hidup dari kecil hingga sekarang.


Aku kecil, dilahirkan di sebuah desa tentram nan hijau bernama Desa Klanting. Di tepi kota 2 kali peraih adipura dan mendapatkan sebuatan kota pisang agung. Ya, aku tinggal di Kota Lumajang. Kota nan indah di sekeliling pegunungan semeru dan pegunungnan lamongan. Masa kecilku lebih banyak kuhabiskan bersama bibiku. Namun, aku tidak memanggil beliau dengan "Bibi" atau Budhe (Bahasa Jawa) melainkan dengan sapaan "Emak"(Panggilan Ibu orang jawa). Ya, demikianlah keseharian saya memanggil beliau hingga berlanjut sampai sekarang. Tidak hanya aku saja yang memanggilnya demikian, adik-adikku, cucu beliau, dan beberapa teman tetanggaku juga memanggilnya demikian. Itu karena ke dua anak Emak juga memanggilnya Emak, akhirnya aku juga memanggilnya sama.

Hidup bersama Emak dan satu anak perempuannya, akku seperti jadi anak ke tiga baginya. Menyenangkan hidup ditengah-tengah mereka. Ibuku seorang guru SMP sejak aku masih bayi. Makannya, beliau selalu sibuk dengan pekerjaannya. Berangkat pagi hari, pulang menjelang sore. Jadilah aku dititipkan ke keluarga Emak. Namun, terkadang aku juga tak rela ibuku sudah berangkat ke sekolahnya meninggalkan diriku. Terkadang, nenekku juga mengasuh aku. Bergantian dengan Emak. Ya meskipun tidak begitu sering.

Berangkat sekolah, Emak juga yang mengantarkan seringnya. Ibuku hanya mengantarkanku ke rumah Emak. Jujur saja, aku selama kelas nol kecil di Taman Kanak-kanak. Tidak mau Emak meninggalkanku dari halaman sekolahku. Sekali saja Emak pulang, sifat cengengku pasti langsung meledak. Aku kecil memang terkenal dengan cengengnya. Guru-guruku bahkan sampai kewalahan dengan kelakuanku ini. Meronta-ronta ingin cari Emak entah kemana, guruku juga pernah saya pukul, menangis sekeras-kerasnya. Namun, semenjak nol besar, aku mulai berani ditinggal pulang Emak di sekolah. Lagi pula, temanku banyak.

Ayahku juga tidak selalu bisa menemaniku. Maklum karakter seorang ayah berbeda dengan ibu. Paling-paling, malam harinya aku bisa berkumpul dengan ayah dan ibu. Malam merupkan waktuku belajar. Sejak Maghrib hingga setelah isya' biasanya. Belajar terasa berat ketika aku sudah duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu aku disekolahkan di Madrasah Ibtidaiyah, satu lokasi dengan Taman Kanak-kanakku dulu. Berangkat sendirian, mulai ku jalani. Berangkat pagi hari, pulang menjelang dhuhur. Sehabis dhuhur, ayah melarangku pergi bermain. Tidur! Itu kata yang biasa ayah perintahkan kepadaku. Hidupku benar-benar berbeda dengan teman-teman sebayaku di desa. Mereka asik bermain di depan, aku hanya bisa mendengarkan canda tawa mereka dari dalam kamar. Namun, seringkali aku memberanikan diri kabur dari tampat tidur untuk keluar bermain bersama teman-teman. Heheheheh. Aku memang paling malas kalau disuruh tidur siang.

Malam harinya, belajar dan belajar. Dilarang keluar malam untuk bermain, hanya di dalam rumah ditemani tumpukan buku. Belajar yang sangat menekan, jika aku terlalu sering salah dalam belajar, amarah ayahku langsung tersulut. Satu bukuku bisa robek karena amarahnya. Ayahku memang dikenal ayah yang pemarah dan tegas dalam mendidikku. Teman-temanku kebanyakan tidak berani macam-macam terhadapku, karena tidak ingin bermasalah dengan ayahku. Belajar selesai, lalu tidur. Sungguh tertekan dan hampir setiap malam kujalani. 

Satu hal yang paling aku sukai dari keindahan desaku adalah sungai. Ya, aku sangat senang kala mandi di sungai. Namun lagi-lagi, ayahku terutama melarang keras aku untuk mandi di sungai. Namun aku tetap saja mencari kesempatan untuk mandi di sungai bersama teman-temanku. Kalau sampai ketahuan ayah, waaah bisa gawat. Bisa-bisa aku dilarang keluar rumah seharian.

Aku juga tergolong murid yang pandai ketika di Madrasah. Prestasi terbaik yang pernah kuraih adalah peringkat 2 ketika aku duduk di kelas 4 kalau tidak salah dan yang paling buruk adalah peringkat 6. Peringkat 2?? Ayahku bangga sekali dengan pencapaianku kali itu. Aku pun tidak henti-hentinya melihat nilaiku sambil tidur-tiduran. Namun, ketika peringkatku 6, kekecewaan langsung nampak di wajah ayahku terutama. Dan aku langsung dilarang keluar rumah seharian. Ya memang begitu, nilaiku tidak pernah konstan selama 6 tahun di Madrasah Ibtidaiyah. Tapi, bisa dibilang aku ini cukup kompeten dalam bersaing dengan teman - teman perempuan dibandingkan teman-teman laki-laki. 

Ketika Madrasah Ibtidaiyah, aku juga tergabung dalam personel seni tari saman. Ya, aku senang sekali menjadi salah satu bagian dari tim seni tari saman ini. Tampil dalam perpisahan kakak kelas dan hiburan di desa pernah aku lakukan. Kemudian, ketika kelas 4 hingga kelas 6, aku terpilih menjadi pasukan PBB di Madrasahku. Ya meskipun aku anaknya kecil waktu itu, tapi gerak badanku oke. Hehehehe

Enam tahun lamanya aku berjuang di Madrasah Ibtidaiyah. Tiba saatnya untuk mencari tantangan baru di tingkat SMP. Ya, sebelum lulus dari Madrasah, aku sudah memiliki SMP favorit. Namun, perjuanganku sia-sia, dan aku terlempar ke SMP tempat ibuku mengajar.

Masuk SMP, tinggi badanku terbilang paling kecil dibandingkan seluruh rekan-rekanku. Aku pun mulai minder dengan fisikku ini. Apalagi ketika masuk kelas 3, tinggi badanku tetap saja tak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Teman-temankupun tak ragu untuk mengejekku, dibilang pendek, kecil, dll. Namun aku tak peduli, memang aku seperti ini, ya mau bagaimana lagi. Tapi aku tidak berputus asa, berbagai macam olahraga untuk meningkatkan tinggi badan aku lakukan. Mulai dari renang hingga sepak bola.

Di SMP itu pula aku dipercaya untuk menjadi petugas upacara. Pertama aku dipercaya menjadi pembaca janji siswa. Waktu itu aku masih duduk di kelas 1. Kedua, aku dipercaya menjadi pemimpin upacara ketika duduk di kelas 2. Wah, bukan main. Ayahku yang mendengar kabar dari ibuku bangga dengan tugas yang diberikan padaku. Tapi bagiku merupakan hal yang biasa dan sebuah tantangan besar karena baru pertama kalinya.

Lepas dari SMP, aku melanjutkan pendidikan ke SMA. Lagi-lagi aku gagal masuk ke SMA impianku. Selain itu, aku juga mengecewakan ibuku karena nilai danumku tergolong rata-rata. Sebuah sesal terlihat diwajah ibuku. Tapi apa yang sudah aku perbuat? Sangat tidak membanggakan.

Perjuanganku untuk masuk SMA favorit benar-benar selesai. Ibuku yang waktu itu mengantarkanku kesana-kemari informasi pendaftaran. Tapi apa yang aku lakukan? Hanya diam mengikuti Ibu yang kebingungan. Hingga akhirnya, aku pasrahkan nilai-nilaiku ke sebuah SMK di kotaku. Nilaiku benar-benar mengkhawatirkan. Namun, masih ada tes tulis yang mungkin bisa mendongkrak nilai-nilaiku. Tes usai, menunggu besok pengumunan. Aku berada diposisi tengah-tengah, terbilang aman. Keesokan harinya, peringkatku semakin lama semakin turun, hingga akhirnya peringkatku berada di nomor 3 dari bawah seingatku. SMK, sama sekali aku tidak menduga akan masuk ke sekolah kejuruan, tepatnya di jurusan multimedia. Target awal masuk SMA sudah aku lupakan. Hanya satu yang jadi dasarku, niat.

Pertama masuk SMK, OSPEK sudah menantiku. Berangkat pukul 05.00, pulang pukul 17.00. Pagi hingga sore sibuk kegiatan Ospek, malam sibuk mempersiapkan perlengkapan buat besok. Namun aku jalani dengan santai saja meskipun juga kena sanksi karena terlambat.

SMK oh SMK. Masuk di jurusan Multimedia. Apa itu Multimedia?? Aku sama sekali tidak mengerti akan kata tersebut. Aku mengawali perjuanganku dari titik terendah. Mempelajari komputer dari nol. Apalagi tentang internet. Aku benar-benar tidak tahu apa-apa. Mental dan pikiranku benar-benar diuji waktu itu. Antara sukses dan gagal total. Namun, sedikit demi sedikit, aku mulai memahami dan bisa beradaptasi dengan multimedia. Animasi, video, desain grafis mulai aku pelajari. Berawal dari ikut-ikutan, aku maksimalkan komputer di rumah. Semua yang aku dapatkan di sekolah, aku praktikan di rumah. Alhasil, aku mulai bisa bersaing dengan teman-temanku di bidang multimedia. Untuk pelajaran sekolah umum dan IPA aku tergolong kalah dengan teman-temanku. Apalagi ilmu matematika, angkat tangan. Tapi itu semua aku tutupi dengan ilmu praktik multimediaku.

Kelas 1 merupakan jalan yang sulit bagiku, dimana harus beradaptasi dan banyak sekali yang harus dipelajari. Memasuki kelas 2. Aku mulai bisa mengungguli teman-temanu dalam ilmu multimedia. Aku mulai berbgai ilmu multimedia ke teman-teman yang ingin bantuanku. Aku mulai terbiasa dengan multimedia dan semakin kecanduan. Seharian aku habiskan waktu di depan layar komputer. Animasi dan desain grafis merupakan favoritku. 

Berkat kekreativanku pula teman-temanku mengajakku untuk masuk satu tim dalam perlombaan majalah digital ketika aku menginjak kelas 3. Di tingkat inilah kemampuanku benar-benar tereksplorasi. Aku benar-benar nyaman belajar multimedia. Sama sekali tidak ada tekanan dalam mempelajarinya. Waktu itu, kami berlima dikirim ke Surabaya untuk mengikuti perlombaan majagalah digital tingkat nasional. Benar-benar pengalaman luar biasa dan pertama kalinya. Karena sebelumnya hanya ikut lomba presentasi sekolah dilingkup sekolah SMK dan berhasil menyabet posisi pertama. Kemengan pertama. Hehehe

Perlombaan tersebut benar-benar luar biasa. Khusunya para penonton. Dukungan dari sekolah juga sampai ke tempat kami berlomba. Hingga tiba akhirnya kami berlima naik pentas untuk mempresentasikan karya kami, yang sebenarnya juga mendaptkan bantuan dari kakak kelas. Presentasi selesai, tinggal menunggu pengumuman pemenang. Saat itu, peserta tinggal 20 tim saja. Undiannya dimulai dari nomor 20 hingga nomor 1. Undian dimulai dari nomor 20 hingga mendekati peringkat 3 besar. Kami, tim dan supporter benar-benar makin deg-degan ketika kami belum dipanggil di urutan belasan. Sebuah tanda kami akan masuk ke 3 besar. Tapi, suasana tegang pecah ketika hitungan sampai nomor 4. Tepat di nomor itulah nama tim kami disebut. Menandakan bahwa tim kami mendapatkan peringkat ke empat.

Penyesalan, mungkin paling nampak diwajahku. Aku, yang mengedit layout majalah digitalnya. Teks berukuran terlalu kecil membuat juri mengkritiknya waktu itu. Pulang dari tempat lomba, selama perjalanan itu pula pikiranku tidak karuan. Berkali-kali aku meminta maaf kepada rekan setimku. Seandainya aku lebih teliti akan apa yang aku lakukan. Bukan hanya aku yang kecewa waktu itu, guru kami yang mendampingi kami dari pagi hingga malam, nampak memancarkan kekecewaan di wajahnya. Aku begitu menyesal.

Penyesalan dan kesalahan di atas tidak akan aku ulangi lagi. Aku jadikan hal itu sebagai koreksi untuk karya-karyaku nantinya. Selepas peristiwa itu, aku mulai menjalani kehidupan sederhanaku sebagai anak SMK. Pagi hingga sore sekolah, malam hingga larut malam, fokus di depan komputer rumah. 

Memasuki masa-masa akhir di keklas 3, aku mendapatkan panggilan dari Bu Eni, salah satu guru multimedia, untuk mengikuti LKS (Lomba Keterampilan Mahasiswa) di Malang. Aku benar-benar tak mengira akan diikutkan. Namun, dengan seleksi terlebih dahulu pastinya. Waktu itu ada 5 orang calon yang akan diberangkatkan untuk mewakili SMKN 1 Lumajang untuk ikut LKS kategori animasi.

Setelah pengumuman dikumandangkan, tibalah waktunya seleksi. Sore itu, aku lupa kapan, kami berlima diumpulkan di dalam lab. 5 orang, masing-masing 1 komputer, menyelesaikan animasi sederhana dalam waktu tidak lebih dari 2 jam. Sudah pasti waktu sedikit itu sulit masih sulit bagi kami untuk memunvulkan ide kreatif. Satu-per-satu teman-temanku gugur angkat tangan. Tapi aku tidak akan mengikuti jejak mereka. Hingga calon peserta tinggal 2 orang. Aku dan teman satu kelasku. Dia terkenal pandai dalam menggambar. Menggambar di dalam komputer, bukan sebuah perkara bagi dia. Akupun juga menyanjungnya lebih ahli dari pada aku.

Waktu selesai. Bu Eni yang pada saat itu mengawasi kami berlima, mengambil karya kami yang masih alakadarnya. Keluar lab, aku masih belum yakin akan bisa berangkat ke Malang. Andai lolospun, apa yang akan aku lakukan di sana? Ini bukan lagi pekerjaan sekolah. Ini lomba tingkat jawa timur, Pertama kalinya dalam hidupku.

Selang beberapa hari, tiba waktunya untuk mengetahui hasilnya. Waktu itu, aku sedang berjalan di lorong-lorong sekolah dan bertemu dengan Bu Eni di jalan. Beliau menyapa saya dan berkata, "Kamu yang berangkat ke Malang". Aku hanya bisa bengong, tidak ada ekspresi kegirangan dalam diriku. Aku langsung berpikir kedepan tentang apa yang akan aku hadapi nanti di sana.

Pulang dari sekolah, terus pikiranku sibuk dengan LKS. Sampai di rumah, segera aku sampaikan ke Ibuku. Sebagai orang tua, Ibu pasti bangga melihat buah hatinya mendapatkan kepercayaan dari sekolahnya sebagai perwakilan lomba. Beliau kabarkan juga ke adikku sebagai motivasi untuk dirinya. Tapi, aku masih belum percaya akan diriku. 

Aku mulai menjalani hidupku sebagai seorang siswa kejuruan degan tekanan yang lebih berat. Tapi ini penting buat masa depanku. Aku berlatih mencoba membuat karyaku sendiri. Katanya, dalam 3 hari, animasi sudah harus jadi. Apalagi yang harus aku lakukan waktu itu. Membuat animasi dengan pikiran dihantui LKS. Aku rebahkan badanku, aku tatap langit-langit rumah. Terlihat, masih belum jelas akan nasibku di LKS nantinya. Aku mencoba mengadu ke Ibuku, berusaha mendapatkan motivasi darinya. Tapi masih belum sanggup membangkitnkan mentalku.

Hari demi hari aku lewati. Munkin karena dukungan banyak pihak, entah kenapa aku semakin percaya untuk melangkah ke LKS. Aku semakin mantap dan tidak lagi ragu untuk menemui Bu Eni.

Masa-masa kritis sudah berlalu. Akupun berangkat ke Malang beserta rombongan peserta lomba lainnya. Dalam rombongan tersebut, aku dan 3 temanku lainnya yang paling tua, sisanya siswa kelas 2. Pengalaman baru, teman baru. Setibanya di Malang, kami langsung beristirahat di salah satu rumah guru kami. Semalam, aku terus bersiap-siap untuk hari esok. Sudah tidak sabar untuk menjalani perlombaan tersebut. Bu Eni, tidak henti-hentinya memberikan semangat kepadaku. Ibuku di rumah, juga pasti mendoakanku agar lancar selama perlombaan. 

Malam yang gelap dan singkat, menjadi terang karena terpaan sinar surya. Pagi-pagi sekali aku suda bersiap-siap untuk keberangkatan ke tempat lomba. Tempat lomba animasi waktu itu diadakan di SMKN 4 Malang. Wah, bukan main ini sekolah. Bentuknya persegi panjang, dikelilingi bangunan bertingkat di tiap-tiap sisinya. Hebat benar ini sekolah. 

Hari pertama, masuk ruangan. Sebuah banner bertuliskan "Selamat Datang para animator muda". Wah, kalimat itu seakan menambah semangatku untuk bersaing. Perlombaan dimulai pukul 08.00 hingga 16.00. Makanan dan minuman di meja kerjaku, tidak aku hiraukan. Sepasang mataku hanya melihat layar kotak monitor yang dipenuhi dengan objek-objek bergerak. Alhamdulillah, hari pertama aku lalu dengan lancar. Keluar rumah, aku berikan ekspresi wajah senyum kepada Bu Eni yang menyambutku dengan wajah agak gelisah. Ya mungkin beliau juga khawatir dengan keadaanku di dalam.

Hari kedua, animasi yang aku kerjakan sudah 75%. Sebuah langkah yang bagus untuk dilanjutkan 1 hari esok.

Hari ketiga, perlombaan hanya dilakukan selama setengah hari saja. Dimulai pukul 08.00 - 12.00. Alhamdulillah karyaku selesai tepat waktu. Kelaur ruangan, Pak Budi, kepala jurusan multimedia di sekolahku datang menjenguk. Ya aku kabarkan kepada beliau bahwa tidak ada masalah selama perlombaan. Beberapa jam kemudian, akupun bersiap-siap melakukan presentasi. Aku mendaptkan giliran di nomor 14. Lama menunggu, tiba giliranku untuk tampil. Presentasi selesai, tinggla menunggu hasilnya yang akan diumumkan hari esok.

Sesampainya di penginapan. Aku mendengar kabar kurang sedap. Katanya, kami para rombongan meninggalkan tempat terlbih dahullu sebelum pengumuman. Aku pun sedikit kecewa mendengar kabar tersebut. Kami pun pulang dengan wajah penasaran. Permintaan maaf kepada seluruh orang-orang terdekatku bila mana aku gagal mendaptkan tempat di tiga besar.

Pulang dari Malang dan kembali ke rumah masing-masing. Besok, langsung masuk sekolah. Dan katanya, Bu Eni sudah mendapatkan pengumuman para pemenang lomba LKS untuk seluruh kategori. Ternyata aku gagal masuk 3 besar. Lagi-lagi kekecewaan menyelimuti diriku. Aku lagi-lagi gagal dan kembali mengecewakan orang-orang yang sudah mempercayaiku. Tapi mereka, terutama Bu Eni tetap memberikan semangat kepadaku atas kerja dan usahanya selama perlombaan. Menurut Bu Eni yang sudah melihat karyaku, aku seharusnya pantas masuk 3 besar. Yaa, begitu lah, aku terbilang mahir di SMK tapi belum tentu mahir jika dibanfingkan siswa-siswa dari SMK lain di Jawa Timur.
Share:

0 komentar:

Post a Comment

ARCHIEV

VISITORS

free counters

FRIENDS

Blog Archive