Kontrak pemain sudah bukan hal
baru dalam dunia sepak bola. Pebola datang dan pergi dari sebuah klub, tidak
lepas dari yang namanya kontrak. Lamanya kontrak pemain dengan sebuah klub
memang bervariasi. Tergantung dari klub tersebut menetapkan berapa tahun atau
musim. Bisa jadi se pemain mendapatkan kontrak yang panjang maupun perpanjangan
kontrak dikarenakan penampilan si pemain yang bagus, atau bisa juga mendapatkan
kontrak jangka pendek (bulanan atau 1 tahun) dikareanakan si pemain sudah uzur
dan faktor lain seperti penampilan buruk pemain.
Kembali
kepada pokok bahasan diatas, saya akan mengulas sedikit mengenai kontrak para
pesepakbola di tanah air. Sebagai orang Indonesia, jangan lupakan juga
perkembangan sepak bola tanah air
. Kontrak pemain sudah sangat lama
diberlakukan di Liga Indonesia. Pembahasan saya akan lebih menjurus lagi pada
masa kontrak pemain. Dalam pandangan saya, klub-klub di Liga Indonesia masih
belum ada yang berani mengontrak pemain dengan durasi minimal 3 tahun. Jumlah
pemain yang mendapatkan kontrak minimal
4 tahun bisa dihitung dengan jari. Sebut saja Bambang Pamungkas dan Ismed Sofyan (Persija), Christian Gonzales
(Persik), Alberto Goncalves (Persipura), Keith Kayamba Gumbs (Sriwijaya). Nama
– nama tersebut mendapatkan kontrak jangka panjang dari klub yang dibelanya.
Jika
dirata-rata, setiap klub minimal memiliki 2 atau 3 pemain yang mendapatkan
kontrak lebih dari 4 tahun. Dari perhitungan tersebut, Anda seharusnya sudah
bisa menebak Starting Eleven dari masing-masing klub di Liga Indonesia.
Ibarat seorang artis papan atas Hollywood yang hobi memermak wajahnya,
klub-klub di Liga Indonesia juga bertingkah demikian, namun buka memermak
wajah, melainkan susunan pemain. Siapapun pasti akan susah mengenal wajah
tersebut.
Faktor
apa saja yang membuat klub-klub di Liga Indonesia melakukan hal demikian? Ada
banyak pendapat di pikiran saya. Pertama, menyangkut masalah dana untuk
mengontrak pemain, seperti yang kita ketahui, semakin lama kontrak yang
diberikan, maka semakin mahal pula seorang pebola untuk di beli/di kontrak. Hal
tersebut bisa kita lihat pada finansial klub-klub di Liga Indonesia. Kedua,
klub kurang percaya atau tidak sabaran dalam membina pemain. Istilahnya, jika
Anda bermain bagus, Anda bisa dijual dengan mahar mahal. Namun jika Anda
bermain buruk, siap-siap saja Anda angkat koper atau pemutusan kontrak.
Terakhir, bisa dikarenakan “hobi” yang sudah saya ceritakan di atas yang sudah
menjadi tradisi bagi beberapa klub di Liga Indonesia.
Buah
jatuh tak jauh dari pohonnya. Tim Nasional Indonesia juga demikian. Sebagai
induk atau kesatuan sepakbola paling dibanggakan. Timnas seharusnya menjadi
panutan bagi klub-klub yang lebih kecil di Liga Indonesia. Bagaimana tidak,
kasusnya tidak jauh berbeda dengan yang dialami beberapa klub di Liga
Indonesia. Pemain baru datang dan pergi mengisi tubuh Skuad Garuda Merah Putih.
Belum ada pemain yang sanggup menjadi ikon di dalam Timnas. Sosok karismatik
semacam Bambang Pamungkas mungkin bisa menjadi panutan, dia bisa membuktikan
mampu bertahan membela Tim Merah Putih lebih dari 5 tahun. Susunan pemain silih
berganti, namun dia tetap tak tergoyahkan sebagai ujung tombak Timnas. Alhasil,
gelar topscore berhasil dia rebut yang sebelumnya dimiliki oleh
Kurniawan Dwi Yulianto, striker ulung Timnas sebelum era Bambang Pamungkas.
Regenerasi
pemain memang tidak salah, seperti yang dilakukan Timnas Jerman beberapa tahun
terakhir. Meski begitu, mereka masih memiliki pemain kawakan macam Miroslav
Klose, Philip Lahm, dan Bastian Schweinsteiger. Ketiga pemain inilah yang
menjadi kunci kesuksesan Der Panzer dalam menerjunkan pemain-pemain muda dalam
sebuah pertandingan. Jika hal tersebut diterapkan pada klub-klub di Liga
Indonesia dan Tim Nasional Indonesia saya acungkan jempol untuk mereka. Sejauh
saya memandang, baru Persipura yang berhasil melakukan hal tersebut. Tim
berjuluk Mutiara Hitam itu sanggup mempertahnkan pemainnya lebih dari 4 musim,
seperti Boaz Solossa, Edward Ivakdalam, Bio Paulin, hingga kiper Jendri Pitoy.
Hasilnya bisa Anda lihat musim lalu, mereka menjuarai Liga Indonesia wilayah
timur dan Liga Super Indonesia. Kini patut kita tunggu kapan sekiranya Timnas
Kita mampu berbenah diri dan berkaca pada sepak bola di Asia bahkan Eropa.
Oleh: M. Anang
Setiawan (Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura)
0 komentar:
Post a Comment